THE URGENCY OF ESTABLISHING A TRUTH AND RECONCILIATION COMMISSION FOR THE SETTLEMENT OF HUMAN RIGHTS VIOLATIONS IN PAPUA FROM THE PERSPECTIVE OF SPECIAL AUTONOMY FOR PAPUA
Abstract
Abstract
Papua's Special Autonomy provides a legal basis for addressing conflicts and human rights violations through non-judicial mechanisms that are more inclusive and in accordance with the sociocultural context of the local community. In its fourth report covering the period April 2013 to December 2014, the International Coalition for Papua (1CP) documented 653 arrests resulting from 46 separate incidents. The human rights situation in Papua is worsening, as human rights violations and abuses continue to occur. Many organisations advocate for the protection of human rights in Papua; however, these efforts to defend and promote human rights are often unrecognised or poorly received. The research method used in this research is normative legal research method, using statutory approach, conceptual approach, and comparative approach.This study discusses the ratio legis of the Papua Special Autonomy Law regarding the establishment of a TRC (Truth and Reconciliation Commission) based on several main reasons: first, the TRC allows for a more comprehensive and fair settlement compared to formal legal channels; second, the TRC respects local wisdom in the reconciliation process; third, this institution plays an important role in rebuilding trust between the Papuan people and the central government; and fourth, the TRC is expected to prevent the recurrence of human rights violations in the future and support long-term peace in Papua. In addition, the TRC is an important step towards respecting the rights of the Papuan people, improving relations between conflicting parties, and strengthening the implementation of a fair and inclusive Special Autonomy. The problems of resolving human rights violations in Papua from the perspective of Special Autonomy reflect complex challenges that require comprehensive attention. Although the Papua Special Autonomy Law provides a legal basis for dealing with human rights violations in an inclusive and peaceful manner, its implementation is far from optimal. This is due to several factors, such as slow implementation, overlapping authority between the central and local governments, and counterproductive militaristic approaches. The Papuan people's lack of trust in the government, both central and local, as well as victims' limited access to justice and redress, exacerbate this problem.
Keywords: TRC, special autonomy, Human Rights
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Philipus M Hadjo, .Kedudukan Undang-Undang Pemerintahan Daerah Dalam Sistem Pemerintahan, Makalah Hukum Sistem Pemerintah Indonesia Sebelum Amandemen UUD 1945, Surabaya, 2014, h 9.
Majelis Rakyat Papua, Gerbang Emas Papua, Directory MRP, Jayapura, 2016, h 5
Clinton Fernandes, Reluctant Indonesians, Australia, Indonesia And The Future Of West Papua , , Scribe Short Books, Melbourne, 2006, h.53-54.
Rusdianto, .Prinsip Kesatuan Hukum Nasional Dalam Pembentukan Produk Hukum Pemerintahan Daerah Otonomi Khusus Atau Istimewa, Disertasi Fakultas Hukum Universitas Airlangga , Surabaya, 2016, h 92.
Yohanis Anton Raharusun, Daerah Khusus Dalam Perpektif NKRI, Telaah Yuridis Terhadap Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, Konstitusi Press, 2009, 2006, Jakarta, h 236-237.
Yohanis Anton Raharusun, Op.,Cit., h 223.
Azmi Muttaqin, Otonomi Khusus Papua Sebuah Upaya Merespon Konflik dan Aspirasi Kemerdekaan, Jurnal hukum, Jakarta, 2015, h 10.
Ibid.,h 159.
Jakobus Perviddya Solosa, Otonomi Khusus Papua Mengangkat Martabatorang asli papuaDi Dalam NKRI, Sinar Harapan, Jakarta, 2005, h 55
Naskah Akademik Rancangan Undang Undang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua
Ni’matul Huda, Desentralisasi Asimentris Dalam NKRI, Kajian Terhadap Daerah Istimewah, Daerah Khusus Dan Daerah Otonomi Khusus, Nusamedia, Bandung, 2014, h 298.
Laporan International Coalition for Papua (1CP), 2014, data keempat pelanggran hak asasi manusia, h 24-27.
Leah Levin, Hak-Hak Asasi Manusia Tanya Jawab. Pradnya Paramita, Jakarta, 1987, h. 39
Naskah Akademik Rancangan Undang Undang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua
Mote, O. & Rutherford, D.. "From Irian Jaya to Papua: The Limits of Primordialism in Indonesia's Troubled East". Penerbit Indonesia, jayapura, 2001, h 115-140.
Suharyo, Perlindungan hukum Pertanahan Adat Di Papua Dalam Negara Kesejahteraan (Protecton of Indigenous Land Law in Papua in the Welfare State), jurnal Rechts vinding, Volume 8 Nomor 3, Desember 2019, h 473-474
Malak S, Otonomi Khusus Papua, Penerbit Arrafi, Jakarta, 2012, h 47
Agus Sumule, Setengah Tahun Otsus Papua, Refleksı Dan Prospek, Menggambarkan Sejauh Mana Implementası Otsus Di Papua Sesuai Dengan Sejumlah Ketentuan Dalam Uu Nomor 21/2001 Tentang Otonomi Khusus Papua (Otsus) Dan Prospek Otsus Itu Sendiri. Prospek Disınggung Didasarkan Darı Pesimisme Banyak Pıhak Terkait Dengan Pelaksanaan Otsus Di Papua, 2003.
Agus Yudha Hernoko, Keseimbangan Versus Keadilan Dalam Kontrak (Upaya Menata Struktur Hubungan Bisnis dalam Perspektif Kontrak yang Berkeadilan, Disampaikan pada Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Kontrak pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga di Surabaya pada Hari Sabtu, Tanggal 1 Mei 2010, ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga, Surabaya, 2019, h 12
Septi Satriani, Formalisasi Pembangunan di Papua Barat, Studi Kasus Pembangunan Infrastruktur Pendidikan Dan Kesehatan Di Kabupaten Sorong, Lipi Yayasan Tifa Yayasan, Obor Indonesia, Jakarta, 2019. h 103
Riris Katharina, Menakar capaian otonomi khusus papua, Buku Obor, Jakarta, 2019, h 6
Widjojo, M, S, Papua Road Map, Lipi Yayasan Tifa Yayasan, Obor Indonesia, Jakarta, 2009, h 47
Ibid,, h 104
Jacobus Perviddya Sollosa. Otonomi Khusus Papua: Mengangkat Martabat Orang asli papuadi Dalam NKRI, Sinar Harapan.Jakarta, 2005, h 20
Naskah Akademik Rancangan Undang Undang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua
Widjojo, M, S, Papua Road Map, Lipi Yayasan Tifa Yayasan, Obor Indonesia, Jakarta, 2009, h 67
Philipus M Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumen Hukum, Gadjah Mada University Press, Cetakan Ke 7, Surabaya, 2016, h 3.
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyumedia, Malang, 2010, h 93
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Edisi Revisi, Jakarta, 2005, h 136.
Ibid, h 177.
Nomensen Freddy Siahaan. Merediksi Konflik Horizontal dan Vertikal di Papua Prosiding The 5 International Conference on Indonesian Studies "Ethnicity and Globalization". Yogyakarta, 13-14 Juni 2013, h 159
Muridjan S. Widjojo, Diantara Kebutuhan Demokrat dan Kemenangan Peluk Kekerasan Konflik Parma Pasca Orde Baru, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta, 2001, h. 1
Yakobus F. Dumupa. Berburu Keadilan di Papua, Mengungkap Dosa-Dosa Politik Indonesia Papua Barat. Aliansi Mahasiswa Papua dan PBHI, Jakarta 2006, h. 26.
Yance Arizona, Konstitusionalaus Noken Penguku Model Pemilihan Maryla Ada Dalam Sistem Pemilihan , Jurnal Konstitini Pusako Universitas Andalas, Volume II Nomor 1. Juni 2010, Padang dan Jakarta, h, 109-132.
Yulia Sugandi, Analisis Konflik dan Rekomendasi Kehyakan Mengenai Papua, Friedrich Eber Stiftung, Jakarta, 2008, him 4-6
Franciscans Internasional, Human Rights in Papo Franciscans Internasional. Geneva, 2011, h. 16
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, naskah Komprensif Perubahan undang undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, latar belakang proses dan hasil pembahasan 1999- 2002, Buku IV jilid 2 kekuasaan pemerintahan Negara, Edisi Revisi, Sekretaris jendaral dan kepanitraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2010, h. 1157
Naskah Akademik Rancangan Undang Undang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Pasal 45, yang memberikan kerangka hukum bagi penyelesaian pelanggaran HAM melalui mekanisme non-yudisial seperti KKR
Crouch, H. "Political Reform in Indonesia After Soeharto." Southeast Asian Affairs, 46(2), (2010). h 53-75.
Braithwaite, J., & Charlesworth, H. "Reconciliation and Transitional Justice in Papua." Journal of Peacebuilding & Development, 7(1), (2012), h 23-37.
"Ronald Dworkin, Mengambil Hak dengan Serius, Harvard University Press, 1977, Cambridge, h 81
Feinberg, Joel, Hak, Keadilan dan Batas Kebebasan: Esai dalam Filsafat Sosial, Princeton University Press, Princeton, 1980, h. 150.
Ronald Dworkin, Mengambil Hak dengan Serius, Harvard University Press, 1977, Cambridge, h. 188.
Nainggolan, Op.,Ct, h 66
Laporan International Coalition for Papua (1CP), 2014, data keempat pelanggran hak asasi manusia, h 24-27.
Leah Levin, Hak-Hak Asasi Manusia Tanya Jawab. Pradnya Paramita, Jakarta, 1987, h. 39
Naskah Akademik Rancangan Undang Undang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua mengenai problematikan yang di hadapi dalam
Mote, O. & Rutherford, D.. "From Irian Jaya to Papua: The Limits of Primordialism in Indonesia's Troubled East". Penerbit Indonesia, jayapura, 2001, h 115-140.
Suharyo, Perlindungan hukum Pertanahan Adat Di Papua Dalam Negara Kesejahteraan (Protecton of Indigenous Land Law in Papua in the Welfare State), jurnal Rechts vinding, Volume 8 Nomor 3, Desember 2019, h 473-474
Malak S, Otonomi Khusus Papua, Penerbit Arrafi, Jakarta, 2012, h 47
Agus Sumule, Dalam Bukunya Setengah Tahun Otsus Papua, Refleksı Dan Prospek, Menggambarkan Sejauh Mana Implementası Otsus Di Papua Sesuai Dengan Sejumlah Ketentuan Dalam Uu Nomor 21/2001.
Agus Yudha Hernoko, Keseimbangan Versus Keadilan Dalam Kontrak (Upaya Menata Struktur Hubungan Bisnis dalam Perspektif Kontrak yang Berkeadilan, Disampaikan pada Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Kontrak pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga di Surabaya pada Hari Sabtu, Tanggal 1 Mei 2010, ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga, Surabaya, 2019, h 12
Septi Satriani, Formalisasi Pembangunan di Papua Barat, Studi Kasus Pembangunan Infrastruktur Pendidikan Dan Kesehatan Di Kabupaten Sorong, Lipi Yayasan Tifa Yayasan, Obor Indonesia, Jakarta, 2019. h 103
Riris Katharina, Menakar capaian otonomi khusus papua, Buku Obor, Jakarta, 2019, h 6
Widjojo, M, S, Papua Road Map, Lipi Yayasan Tifa Yayasan, Obor Indonesia, Jakarta, 2009, h 47
Septi Satriani, Op.,Cit, h 104
Jacobus Perviddya Sollosa. Otonomi Khusus Papua: Mengangkat Martabat Orang asli papuadi Dalam NKRI, Sinar Harapan.Jakarta, 2005, h 20
Naskah Akademik Rancangan Undang Undang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua
Widjojo, M, S, Papua Road Map, Lipi Yayasan Tifa Yayasan, Obor Indonesia, Jakarta, 2009, h 67
Ibid., h 21
Elmas Yuliantri dkk, 2021, Affirmative Action HAM dalam Pemberdayaan Perempuan di Papua, Iuris Studia, Jurnal Kajian Hukum Volume 2 Nomor 3, Oktober 2021, h 151
Hadar. I & Allo A.G Laporan Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2013 Perencanaan dan Penganggaran yang Berpihak pada Orang Aslı Papua (OAP), Jakarra, UNDP 2013, h 4
Pekcy, F. Otonomi Khusus Papua: Dinamika Formulasi Kebijakan yang Semu. Kompas. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan, Jakarta, 2018, h 7
Sirajuddin dkk. Hak Rakyat Mengontrol Negara, Corruption Watch an YAPPIKA, Malang, 2006, h 119
J.E.G. de Montmorency, “Friedrich Carl von Savigny”, Journal of the Society of Comparative Legislation, 11, 1 (1910), h. 32-33; The Young Savigny, “Friedrich Carl von Savigny in the Years 1779 to 1810
Frederick Charles von Savigny, Of The Vocation of Our Age for Legislation, terj. Abraham Hayward, London: Littlewood & Co. Old Bailey, tanpa tahun, , h. 24-25
M. Zulfa Aulia, Friedrich Carl von Savigny tentang Hukum: Hukum sebagai Manifestasi Jiwa Bangsa, Undang: Jurnal Hukum, h 207
Kutner, Luis, Legal Philosophers: Savigny: German Lawgiver”. Marquette Law Review, voleme 55, nomor 2 tahun 1972, h 283
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Pasal 45-46, yang memberikan wewenang untuk menyelesaikan pelanggaran HAM di Papua melalui mekanisme non-yudisial
Brundige, E., et al. Indonesia: Continuing Human Rights Abuses in Papua. New York: Robert F. Kennedy Memorial Center for Human Rights. Menyoroti berbagai problematika pelanggaran HAM di Papua dan ketidakmampuan pemerintah untuk menanganinya secara efektif (2004).
King, P. "West Papua and Indonesia Since Suharto: Independence, Autonomy or Chaos?" Peace Review, 16(4), (2004), h 519-529
Lawang, A. "Aceh's Truth and Reconciliation Commission: Addressing the Past, Building the Future." Journal of Southeast Asian Studies, 49(2), (2018), h 310-320
Hamzah, A. "The Role of Aceh's TRC in the Post-Helsinki Agreement Period." Indonesian Journal of Human Rights, 15(3), (2016), h 211-230
Gibson, J. L. "The Contributions of Truth to Reconciliation: Lessons from South Africa." Journal of Conflict Resolution, 50(3), (2006), h 409-432
Tutu, D. No Future Without Forgiveness. London: Rider Books. Sebuah refleksi pribadi dari Ketua TRC, Desmond Tutu, mengenai proses dan tantangan TRC di Afrika Selatan. (1999).
DOI: https://doi.org/10.26877/m-y.v7i2.20444
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2024 Jurnal Meta-Yuridis
Jurnal Meta-Yuridis
Alamat Redaksi: Kantor Jurnal Meta-Yuridis UPGRIS Gedung Pusat Ruang Fakultas Hukum, Jalan Sidodadi Timur No. 24 Dr. Cipto Semarang.
Telp. (024) 8316377; Faks. (024) 8448217.
Pos-email: [email protected] dan metayuridisjurnal@gmail.com.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.