KETELADANAN TOKOH PEWAYANGAN DALAM PENERAPAN PRINSIP BAWALAKSANA SEBAGAI IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KARAKTER BANGSA
Abstract
Prinsip bawalaksana mempunyai arti atau makna menepati janji apa yang telah dikatakannya. Istilah lain yang maknanya hampir sama dengan bawalaksana adalah adanya ungkapan yang berbunyi “sabda pandhita ratu tan kena wola-wali”. Secara harfiah artinya adalah “Ucapan pendeta dan raja, tidak boleh diulang-ulang. Maknanya adalah bahwa seorang pemimpin haruslah konsekwen untuk melaksanakan atau mewujudkan apa yang telah diucapkannya.. Dalam bahasa Indonesia yang disebut dengan “satunya kata dan perbuatan”. Disisi yang lain pula seorang pemimpin harus memiliki sifat ambeg paramarta, dermawan, sopan dan santun terhadap orang lain, peka dan peduli terhadap lingkungan, serta cerdik dan pandai. Dalam konsep islam disamping seorang pemimpin harus bisa menepati janjinya, juga harus mempunyai sifat sidiq, tabligh, amanah dan fatonah.
Dalam penerapan nilai-nilai karakter bangsa yang berpendidikan budaya, bawalaksana merupakan salah satu contoh implementasi pendidikan karakter yang harus di pegang oleh para penguasa, para pemimpin atau raja dalam memimpin negara. Disamping itu pula juga ada sisi dalam konteks karakter bangsa yang berbudaya pendidikan, bawalaksana itu tidak cukup sekedar menepati janji yang telah diucapkannya, tetapi yang lebih penting juga harus ada cara-cara dan metode lain untuk menutupi segala kekurangan dan kelemahan yang mungkin muncul dari prinsip bawalakasana, yaitu prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat serta keterbukaan dan jaminan keadilan dalam perspektif Pendidikan Kewarganegaraan.
Dalam hal ini janji apapun yang diutarakan harus dipenuhi atau ditepati. Semakin sifat bawalaksananya rapuh, tingkat kepercayaan masyarakat atau rakyat akan semakin merosot atau menurun bahkan kepercayaan itu bisa hilang. Pemenuhan janji terhadap siapapun hukumnya wajib, apalagi sebagai seorang ksatria ataupun pemimpin dan raja/penguasa. walaupun terkadang benturan dengan nilai, norma ataupun kebiasaan yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat pada umumnya.
Kata kunci : tokoh pewayangan, bawalaksana , karakter bangsa
Dalam penerapan nilai-nilai karakter bangsa yang berpendidikan budaya, bawalaksana merupakan salah satu contoh implementasi pendidikan karakter yang harus di pegang oleh para penguasa, para pemimpin atau raja dalam memimpin negara. Disamping itu pula juga ada sisi dalam konteks karakter bangsa yang berbudaya pendidikan, bawalaksana itu tidak cukup sekedar menepati janji yang telah diucapkannya, tetapi yang lebih penting juga harus ada cara-cara dan metode lain untuk menutupi segala kekurangan dan kelemahan yang mungkin muncul dari prinsip bawalakasana, yaitu prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat serta keterbukaan dan jaminan keadilan dalam perspektif Pendidikan Kewarganegaraan.
Dalam hal ini janji apapun yang diutarakan harus dipenuhi atau ditepati. Semakin sifat bawalaksananya rapuh, tingkat kepercayaan masyarakat atau rakyat akan semakin merosot atau menurun bahkan kepercayaan itu bisa hilang. Pemenuhan janji terhadap siapapun hukumnya wajib, apalagi sebagai seorang ksatria ataupun pemimpin dan raja/penguasa. walaupun terkadang benturan dengan nilai, norma ataupun kebiasaan yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat pada umumnya.
Kata kunci : tokoh pewayangan, bawalaksana , karakter bangsa
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.26877/civis.v6i2.1905
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2017 CIVIS
Civis : Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial dan Pendidikan is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
ISSN 2597-4408 (Online - Elektronik)